Bongkar Rahasia Pirlo Ternyata Ogah Banget Latih Cristiano Ronaldo di Juventus!

livescorepialadunia – Kebayang gak sih, seorang pelatih top ternyata gak pengen punya pemain sekelas Cristiano Ronaldo di timnya? Kedengarannya aneh, tapi inilah kisah panas dari dapur Juventus saat Andrea Pirlo masih jadi pelatih. Ternyata, sang maestro Italia itu sebenarnya frustrasi dan gak pernah benar-benar sreg dengan kehadiran CR7.
Alasannya simpel tapi ngena banget: Ronaldo dianggap gak cocok sama gaya main yang Pirlo mau. Pirlo, yang saat itu masih “anak baru” di dunia kepelatihan, ingin Juventus main dengan gaya modern yang nuntut semua pemainnya buat rajin nge-press lawan. Nah, masalahnya, Ronaldo dinilai udah gak sanggup buat lari kencang dan ngejar bola.
Fakta ini dibongkar habis-habisan oleh Alparslan Erdem, yang dulu jadi asistennya Pirlo. Menurut Erdem, data statistik menunjukkan kalau kemampuan sprint dan high press Ronaldo adalah yang paling jelek di antara pemain Juventus lainnya. Tapi apa daya, Pirlo gak bisa berbuat banyak. Nama besar Ronaldo sebagai ikon klub dan mesin uang bikin manajemen Juventus “maksa” Pirlo buat terus memainkannya.
Penunjukan Pirlo yang Serba Mendadak
Untuk memahami betapa rumitnya situasi ini, kita perlu ingat lagi konteksnya. Penunjukan Pirlo sebagai pelatih kepala Juventus pada Agustus 2020 adalah sebuah kejutan besar. Ia baru saja ditunjuk sebagai pelatih tim U-23 sembilan hari sebelumnya dan belum punya pengalaman sama sekali melatih tim senior. Bisa dibilang, Pirlo dilempar ke “kolam hiu” dan langsung disuruh menangani skuad penuh bintang, termasuk megabintang yang secara taktik tidak ia inginkan. Tentu saja ini jadi tekanan luar biasa bagi seorang pelatih debutan.
Paradoks Cristiano Ronaldo Gacor di Depan, Beban di Taktik
Di sinilah letak dilema terbesar Pirlo. Meskipun secara data statistik Ronaldo payah dalam hal pressing, performanya di depan gawang justru mengerikan. Pada musim 2020/2021 di bawah asuhan Pirlo, Ronaldo berhasil mencetak total 36 gol dalam 44 pertandingan di semua kompetisi. Ia bahkan sukses menjadi top skor Liga Italia (Capocannoniere) dengan 29 gol.
“Kami menganalisis data, yang menunjukkan bahwa Cristiano Ronaldo adalah yang terburuk dalam sprint dan high press,” kata Erdem di podcast Bild. “Pirlo tidak menginginkan Ronaldo di timnya, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena ini adalah Cristiano Ronaldo.”
Pernyataan ini menggambarkan betapa pusingnya Pirlo. Di satu sisi, ia punya striker paling tajam di liga. Di sisi lain, kehadiran striker itu justru merusak sistem permainan yang ingin ia bangun. Ibarat punya mobil super kencang, tapi boros bensin dan gak bisa diajak belok lincah di sirkuit yang ia rancang.
Masalah Sebenarnya Bukan Cuma Ronaldo
Faktanya, masalah Juventus saat itu lebih dalam dari sekadar Ronaldo yang malas menekan. Banyak pengamat setuju bahwa lini tengah Juventus di musim itu adalah salah satu yang terlemah dalam satu dekade terakhir. Gelandang seperti Arthur Melo, Adrien Rabiot, dan Rodrigo Bentancur tampil tidak konsisten dan kurang kreativitas. Akibatnya, aliran bola ke depan sering macet. Ini membuat taktik Pirlo yang berbasis penguasaan bola dan pergerakan dinamis menjadi sulit berjalan, tidak peduli siapa pun strikernya. Jadi, menyalahkan Ronaldo sepenuhnya juga kurang adil.
Taktik 4-4-2 Pirlo Jadi Korban
Menurut Erdem, Pirlo sebenarnya jauh lebih suka memasang Alvaro Morata di lini depan. Kenapa? Karena Morata adalah tipe pekerja keras yang rajin bergerak, membuka ruang, dan mau ikut bertahan. Striker seperti inilah yang sangat cocok untuk skema 4-4-2 ala Pirlo.
“Sistem itu tidak berhasil dengan Ronaldo atau Paulo Dybala, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa,” jelas Erdem. Dybala, sama seperti Ronaldo, juga bukan tipe pemain yang efektif saat tim kehilangan bola. Akibatnya, Pirlo terpaksa berkompromi dengan taktiknya sendiri hampir di setiap pertandingan.
Akhir Cerita Trofi Hiburan dan Pemecatan
Pada akhirnya, musim debut Pirlo berjalan penuh tantangan. Meskipun ia berhasil mempersembahkan dua trofi hiburan, yaitu Coppa Italia dan Supercoppa Italiana, Juventus gagal total di liga. Untuk pertama kalinya dalam 9 tahun, mereka gagal meraih Scudetto yang justru direbut oleh rival mereka, Inter Milan. Kegagalan mempertahankan dominasi di liga inilah yang menjadi alasan utama manajemen memecat Pirlo di akhir musim.
Kisah ini menjadi pelajaran berharga dalam sepak bola: memiliki pemain terbaik di dunia tidak selalu menjamin kesuksesan jika ia tidak cocok dengan visi dan sistem yang ingin dibangun oleh pelatih. Sayangnya, bagi Pirlo, ia tidak punya kemewahan untuk memilih.