Beppe Marotta: Otak Kebangkitan Juventus dan Inter Milan, Target Liga Champions di Depan Mata

livescorepialadunia – Beppe Marotta mungkin bukan bintang di atas lapangan, tapi namanya adalah legenda di balik layar. Ia adalah sosok arsitek yang membangun fondasi kesuksesan dua klub terbesar Italia dalam dua dekade terakhir—Juventus dan Inter Milan. Kini, target terbesarnya semakin dekat: membawa Inter Milan kembali merengkuh trofi Liga Champions.

Sukses membangun Juventus dari titik terendah pasca-Calciopoli hingga mendominasi Serie A, dan kemudian mengubah wajah Inter Milan menjadi tim Eropa yang ditakuti, membuat Beppe Marotta dianggap sebagai direktur olahraga paling sukses di Italia era modern. Tapi bagaimana ia melakukannya? Dan mengapa Liga Champions menjadi puncak dari semua ambisinya?

Awal Karier: Dari Varese ke Puncak Sepak Bola Italia

Giuseppe “Beppe” Marotta lahir pada 25 Maret 1957 di Varese, Italia. Karier manajerialnya dimulai sejak usia muda. Pada usia 21 tahun, ia sudah menjadi direktur olahraga klub kota kelahirannya, Varese. Ia bukan mantan pemain bola, tapi memiliki pemahaman bisnis dan manajemen yang kuat. Di sinilah perjalanannya dimulai.

Selama lebih dari dua dekade, Marotta bekerja di berbagai klub seperti Venezia, Atalanta, dan Sampdoria. Namanya mulai bersinar saat ia membawa Sampdoria ke final Coppa Italia dan lolos ke Liga Champions bersama pelatih yang juga sedang naik daun saat itu, Luigi Delneri.

Era Juventus: Dominasi dan Kembali ke Puncak

Tahun 2010 menjadi titik balik besar. Juventus menunjuk Marotta sebagai General Manager untuk memperbaiki fondasi klub yang hancur pasca skandal Calciopoli dan era transisi yang buruk. Bersama Fabio Paratici, ia mengubah strategi transfer klub:

  • Mengedepankan pemain gratis berkualitas (Pirlo, Pogba, Khedira)
  • Memaksimalkan pemain underrated (Barzagli, Lichtsteiner, Vidal)
  • Menunjuk Antonio Conte sebagai pelatih, pilihan yang sempat diragukan banyak pihak

Hasilnya? Juventus meraih 9 Scudetto beruntun (2011–2020), 4 Coppa Italia, dan 2 kali mencapai final Liga Champions (2015, 2017). Marotta bukan hanya membeli pemain, tapi membangun identitas klub: kompetitif, efisien, dan solid secara struktur.

Namun pada 2018, perbedaan visi dengan manajemen puncak terkait kebijakan transfer (termasuk kedatangan Cristiano Ronaldo) membuat Marotta hengkang dari Juventus.

Hijrah ke Inter Milan: Menyusun Kekaisaran Baru

Tak lama berselang, Inter Milan langsung merekrut Marotta untuk memulai proyek baru. Inter Milan saat itu sedang terseok-seok, berganti pelatih tiap musim, dan kehilangan identitas sejak era José Mourinho.

Marotta datang dengan pendekatan sistematis:

  • Merekrut Antonio Conte – pelatih yang memberinya kesuksesan besar di Juventus.
  • Membentuk fondasi tim kuat lewat rekrutan strategis: Romelu Lukaku, Nicolò Barella, Achraf Hakimi, dan Alexis Sánchez.
  • Menekan anggaran, namun tetap kompetitif.

Dalam waktu dua musim, Inter Milan berhasil meraih Scudetto 2020/21, mengakhiri dominasi Juventus dan mengembalikan klub ke puncak Serie A. Kemenangan ini menjadi simbol kebangkitan Inter Milan sekaligus validasi proyek Marotta.

Konsistensi di Level Eropa: Langkah Menuju Liga Champions

Setelah mendominasi Serie A, langkah berikutnya tentu Liga Champions. Di bawah arahan Marotta dan pelatih Simone Inzaghi, Inter Milan menunjukkan perkembangan signifikan:

  • Musim 2022/23, Inter Milan berhasil menembus final Liga Champions, pertama kalinya sejak 2010.
  • Mereka tampil sangat kompetitif, kalah tipis 0-1 dari Manchester City di laga yang sangat seimbang.
  • Strategi transfer cerdas seperti mendatangkan Hakan Çalhanoğlu gratis dari AC Milan dan memainkan formasi kolektif membuat Inter Milan diperhitungkan kembali di Eropa.
  • Bagi Marotta, capaian ini bukan kejutan, tapi hasil dari perencanaan jangka panjang.

“Kami membangun Inter Milan bukan untuk satu musim, tapi untuk dekade berikutnya,” ujar Marotta dalam wawancara dengan Gazzetta dello Sport.

Filosofi Transfer ala Marotta: Cerdas, Efisien, Visioner

Salah satu kekuatan utama Marotta adalah insting transfer. Ia bukan tipe direktur yang boros, tapi selalu mencari nilai maksimal. Beberapa strategi khasnya:

  • Free transfer berkelas: Pirlo, Khedira, Dani Alves, Cuadrado, Çalhanoğlu
  • Pemain muda potensial: Pogba, Barella, Thuram, Frattesi
  • Pemain yang undervalued di pasar: Barzagli, Darmian, Mkhitaryan

Ia juga dikenal sebagai negosiator ulung. Saat klub kekurangan dana, Marotta bisa tetap mendapatkan pemain sesuai kebutuhan pelatih tanpa melanggar aturan finansial.

Baca Juga:

Marotta dan Target Liga Champions: Titik Puncak Karier?

Meski sudah meraih berbagai gelar domestik, satu hal yang masih belum didapatkan Marotta sebagai arsitek klub adalah mengangkat trofi Liga Champions.

Ia dua kali nyaris mencapainya:

  • Final 2015 vs Barcelona (Juventus)
  • Final 2017 vs Real Madrid (Juventus)
  • Final 2023 vs Manchester City (Inter Milan)

Kini, bersama Inter Milan, ia kembali membangun skuad yang kompetitif:

  • Mempertahankan Barella dan Lautaro sebagai fondasi
  • Merekrut Pavard, Thuram, dan Zielinski untuk memperkuat kedalaman
  • Mengandalkan pelatih yang taktis dan fleksibel seperti Inzaghi

Bagi Marotta, meraih Liga Champions bersama Inter Milan akan menjadi simbol kesempurnaan kariernya: membawa dua rival terbesar Italia ke puncak Eropa dalam dua era berbeda.

Respek dari Pemain dan Rekan Sejawat

Marotta bukan hanya dihormati karena keberhasilan teknis, tapi juga karena sikap profesional dan kemampuan manajerialnya. Banyak pemain memuji gaya komunikasinya yang lugas dan penuh kepercayaan diri.

Bahkan mantan rival seperti Adriano Galliani (eks CEO AC Milan) menyebut:

“Beppe adalah yang terbaik di Italia. Ia tahu kapan harus membeli, kapan harus melepas, dan selalu menjaga harmoni.”

Ia bukan tipe yang mencuri perhatian media, tapi bekerja tenang di belakang layar dan membangun klub secara menyeluruh, dari akademi hingga kebijakan komersial.

Tantangan Selanjutnya: Konsistensi dan Regenerasi

Untuk terus bersaing di Eropa, Inter Milan butuh regenerasi skuad dan keberlanjutan finansial. Tantangan Marotta ke depan adalah:

  • Menjaga keseimbangan gaji sambil tetap bersaing.
  • Mengembangkan pemain muda seperti Valentin Carboni dan Buchanan.
  • Membuat Inter Milan menjadi destinasi utama pemain elite.

Liga Champions tetap menjadi puncak dari proyek ini. Dan dengan pendekatan realistis serta pengalaman panjang, Inter Milan bersama Marotta mungkin lebih siap dari sebelumnya.

Strategi, Visi, dan Warisan Marotta

Beppe Marotta bukan hanya direktur biasa. Ia adalah arsitek kejayaan, bukan sekali, tapi dua kali. Juventus dibangunnya dari reruntuhan, dan Inter Milan dibangkitkannya dari bayang-bayang kejayaan 2010.

Target Liga Champions bukan ambisi kosong. Ia telah membuktikan kemampuannya membentuk tim juara, mempertahankan struktur sehat, dan memimpin dengan visi jangka panjang.

Jika Inter Milan benar-benar mengangkat trofi Liga Champions dalam satu atau dua musim ke depan, maka tak ada lagi perdebatan: Beppe Marotta adalah direktur terbaik dalam sejarah sepak bola Italia modern.

Saya adalah reporter berita sepakbola ternama yang telah membuat nama untuk dirinya dengan liputan mendalam dan analitis tentang dunia sepakbola.