livescorepialadunia – London, Inggris – Musim 2024/2025 masih menyisakan banyak pertandingan, tetapi bayang-bayang krisis di lini depan Chelsea sudah menciptakan kekhawatiran di kalangan pendukung The Blues. Tim asuhan Enzo Maresca kembali gagal mencetak gol dalam laga imbang tanpa gol kontra Aston Villa, memperpanjang tren buruk di mana Chelsea tampak kehilangan ketajaman di sepertiga akhir lapangan.
Ini bukan masalah baru bagi klub yang sempat mendominasi Premier League era 2000-an. Dalam beberapa musim terakhir, Chelsea kerap kesulitan menemukan penyerang yang benar-benar bisa menjadi andalan pencetak gol. Kini, meski sudah memasuki era baru bersama Enzo Maresca yang dikenal punya filosofi menyerang ala “Guardiola school”, Chelsea masih belum mampu memperbaiki satu aspek paling vital: mencetak gol.
Namun, di tengah gelombang kritik yang datang bertubi-tubi, pelatih Enzo Maresca justru tampil tenang. Dalam berbagai kesempatan, pria asal Italia itu menyampaikan pembelaannya terhadap performa tim, dan meminta publik bersabar terhadap proses yang sedang dibangun di Stamford Bridge.
Krisis Produktivitas di Depan Gawang
Data tidak bisa dibohongi. Hingga pekan ke-30 Premier League musim ini, Chelsea hanya mencetak 40 gol—jumlah yang membuat mereka tertinggal jauh dari klub-klub pesaing, bahkan dari beberapa tim papan tengah seperti Aston Villa dan Brighton.
Dalam lima pertandingan terakhir, Chelsea hanya mencetak tiga gol. Bahkan, dalam dua laga terakhir, mereka gagal mencetak satu pun gol meskipun menguasai jalannya pertandingan.
Contoh paling mencolok adalah laga melawan Aston Villa, di mana The Blues mencatatkan 63% penguasaan bola, 15 tembakan, tetapi hanya tiga yang mengarah ke gawang—tanpa hasil.
Pemain seperti Nicolas Jackson, Raheem Sterling, dan Mykhailo Mudryk masih kesulitan mencetak gol secara konsisten. Meski secara individu mereka menunjukkan kemampuan olah bola dan pergerakan yang menjanjikan, finishing dan pemahaman ruang di area penalti lawan masih jauh dari ideal.
Pembelaan Enzo Maresca: “Tim Chelsea Masih Belajar”
Dalam konferensi pers usai laga kontra Villa, Maresca tampak tidak panik. Ia dengan tenang menyampaikan bahwa lini serang Chelsea bukan mandul karena pemainnya tidak berkualitas, tetapi karena tim masih menjalani proses pembelajaran dalam sistem baru yang ia bawa.
“Kami membangun ulang fondasi permainan tim. Itu tidak bisa terjadi dalam satu malam. Proses ini butuh waktu, dan saya percaya dengan cara kami bermain, hasil akan datang,” ujar Maresca.
Menurutnya, Chelsea bermain dengan dominasi bola, pola terstruktur, dan kontrol ritme pertandingan—hal yang belum banyak ditampilkan musim-musim sebelumnya. Ia menyadari bahwa masalah utama saat ini adalah konversi peluang, tapi yakin bahwa dengan waktu dan ketekunan, aspek itu akan membaik.
“Saya lebih suka menciptakan banyak peluang dan gagal mencetak gol, daripada tidak menciptakan peluang sama sekali. Kami menciptakan, kami menyerang, kami hanya belum cukup tajam. Tapi itu akan datang,” lanjutnya.
Baca Juga:
- Bangganya Kevin Diks dengan Dukungan Masif Suporter Timnas Indonesia: Sampai Dipamerkan ke Denmark
- Marco Asensio: Senjata Aston Villa yang Siap Menyakiti PSG
Filosofi Maresca: Pep-Style di Stamford Bridge
Sebagai mantan anak buah Pep Guardiola di Manchester City, Maresca membawa filosofi yang tak jauh berbeda: kontrol penuh atas bola, membangun serangan dari belakang, dan memainkan blok tinggi. Namun, sistem seperti ini sangat bergantung pada pemahaman kolektif yang kuat dan keputusan cepat di area krusial.
Sementara itu, sebagian besar pemain Chelsea saat ini—khususnya di lini depan—belum terbiasa dengan gaya main seperti itu. Mykhailo Mudryk misalnya, lebih terbiasa bermain dengan ruang terbuka dan kecepatan, bukan dalam sistem posisi ketat. Nicolas Jackson, meski energik, masih tampak bingung saat dihadapkan pada pertahanan low block.
“Masalah kami bukan pada niat menyerang, tapi pada detail-detail akhir: keputusan terakhir, timing lari, dan penyelesaian. Itu semua hal yang bisa diperbaiki melalui latihan dan pengalaman,” kata Maresca lagi.
Minimnya Finisher Alami di Skuad
Kritik juga datang dari banyak pundit yang menilai Chelsea tak memiliki striker nomor 9 murni yang bisa diandalkan. Dalam beberapa tahun terakhir, The Blues kehilangan sosok predator kotak penalti seperti Didier Drogba atau Diego Costa. Romelu Lukaku sempat diharapkan bisa menjadi solusi, tetapi gagal nyetel dan akhirnya terusir dari proyek klub.
Musim ini, Nicolas Jackson diplot sebagai striker utama, dengan Armando Broja dan Nkunku sebagai pelapis. Namun Jackson baru mencetak 7 gol dari 27 penampilan—angka yang terlalu minim untuk ujung tombak klub sebesar Chelsea. Nkunku pun belum bisa menunjukkan performa terbaik karena masalah cedera.
Chelsea juga sempat mempertimbangkan merekrut striker baru di bursa transfer Januari, namun tidak ada kesepakatan yang terwujud. Beberapa nama seperti Victor Osimhen dan Ivan Toney masih berada dalam radar klub untuk musim depan.
Tekanan Mulai Meningkat dari Suporter dan Legenda Klub
Ketajaman lini depan yang tak kunjung membaik memunculkan ketidakpuasan dari para suporter. Spanduk bernada sindiran mulai terlihat di Stamford Bridge, dan media sosial dipenuhi kritik terhadap taktik Maresca.
Mantan pemain seperti Frank Leboeuf dan Jimmy Floyd Hasselbaink pun turut angkat bicara. Leboeuf menyebut bahwa filosofi bagus harus disertai hasil konkret.
“Anda bisa bicara soal penguasaan bola sepanjang hari, tapi kalau Anda tidak bisa mencetak gol, Anda tidak akan memenangkan apa pun,” ujarnya kepada beIN Sports.
Dukungan dari Ruang Ganti
Meski tekanan dari luar meningkat, suasana ruang ganti Chelsea tetap solid. Para pemain senior seperti Reece James dan Thiago Silva menyuarakan dukungan mereka kepada Maresca.
“Kami tahu pelatih punya ide besar. Kami semua mendukungnya. Memang butuh waktu, tapi kami semua percaya kami menuju ke arah yang benar,” ujar James.
Cole Palmer, salah satu pemain yang tampil menonjol musim ini, juga menegaskan bahwa para pemain sepenuhnya berada di belakang proyek Maresca.
Apa yang Bisa Diperbaiki?
Untuk jangka pendek, Maresca harus mempercepat transisi dari proses ke hasil. Beberapa hal yang bisa ia lakukan:
- Fokus pada latihan penyelesaian akhir – Perbanyak sesi latihan finishing dan penyelesaian dalam tekanan.
- Berikan fleksibilitas taktik – Sesekali mengubah pendekatan agar tidak mudah dibaca lawan.
- Percayakan lebih banyak menit untuk pemain-pemain haus gol – Seperti Broja atau pemain akademi yang mungkin punya naluri gol lebih tajam.
- Mengurangi beban satu pemain – Jangan hanya andalkan Jackson, beri ruang bagi Palmer, Mudryk, atau Nkunku berkreasi di kotak penalti.
Laga-Laga Berat Menanti
Chelsea tidak bisa berlama-lama tenggelam dalam krisis gol. Dalam sebulan ke depan, mereka akan menghadapi lawan-lawan berat seperti Tottenham, Manchester United, dan laga semifinal FA Cup. Di ajang inilah ketajaman diperlukan, dan Maresca harus membuktikan bahwa “proses” bisa sejalan dengan hasil.
Enzo Maresca mungkin benar bahwa membangun tim bukan hal instan. Chelsea adalah tim muda, tim baru, dengan sistem yang kompleks. Namun, Premier League tidak memberi banyak ruang untuk trial and error. Tim-tim besar harus mencetak gol dan meraih kemenangan, bukan sekadar memainkan sepak bola indah.
Ketumpulan lini depan Chelsea kini menjadi ujian terbesar sang pelatih. Jika ia mampu mengubah dominasi menjadi produktivitas, Chelsea akan kembali diperhitungkan di papan atas. Tapi jika tidak, pembelaan dan filosofi pun bisa berbalik menjadi boomerang.
Apakah Maresca akan berhasil? Waktu, dan gol, akan menjadi jawabannya.